Mahasiswa
Pendidikan Gerbang Moral Anak Bangsa
Oleh:
Rima
Wulan Safitri
Pendidikan merupakan cikal bakal
kemajuan suatu negara, dalam The
International Comission for Education
Develement (Unesco, 1972) untuk membangun dan berusaha memperbaiki keadaan
sebuah bangsa harus dimulai dengan pendidikan sebab pendidikan adalah kunci,
tanpa kunci segala usaha adalah sia-sia. Tujuan inti dari suatu pendidikan
adalah mengadakan perubahan dalam diri individu (peserta didik) dalam aspek skill, kebiasaan, sikap dan pengetahuan
menjadi lebih baik. Namun faktanya,
tujuan pendidikan yang seluhur itu tidak
sejalan dengan implementasi dan realita yang terjadi. Pendidikan hanya
mementingkan aspek pengetahuan, banyak peserta didik bahkan masyarakat mendewakan
nilai. Sehingga mereka terbiasa menghalalkan segala cara untuk mendapat nilai
terbaik. Sepertinya kejujuran dan kerja keras dalam berproses tidak ada
harganya, nilai bagaikan harga mati
penentu kesuksesan seseorang.
Hasil akhir yang didapat, Indonesia
memang menang dalam teori tapi soal skill
dan sikap Indonesia start di nol.
Banyak sekali terjadi berbagai tindakan yang tidak mencerminkan moral siswa
yang baik, seperti seks bebas, narkoba, begal dan kekerasan lainnya. Ini akibat
pendidikan hanya fokus pada akademik dan mengabaikan pembentukan karakter
siswa. Jika pembiasaan sikap ini berlanjut,
wajar Indonesia masih menepati posisi bawah untuk negara terbersih dari
korupsi. Lalu bagaimana negara ini bisa berkembang menuju kemajuan jika output yang dihasilkan merupakan produk
gagal pendidikan?
Peran Mahasiswa Pendidikan
Sebagai
mahasiswa pendidikan (calon guru masa depan) harus mempunyai mindset bahwa sikap dan skill merupakan kompetensi yang penting
untuk dikembangkan, konsep pembelajaran tidak hanya pada toeri. Mahasiswa
pendidikan sebagai agen perubahan dan pendobrak sistem pendidikan harus sadar akan
tugas dan perannya terhadap outputnya
nanti. Karena pada dasarnya guru tidak hanya dituntut untuk mencerdaskan anak
bangsa tapi juga dituntut untuk membentuk kepribadian anak bangsa yang selaras
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan agama guna mempersiapkan
calon pemimpin bangsa pada semua aspek bidang kehidupan. Jadi sebagai calon
guru tidak hanya teori pengetahuan yang dikuasai tapi juga harus menguasai strategi
pendidikan karakter sebagai pondasi untuk mengimplementasikan program
pendidikan kepada peserta didik.
Berdasarkan
kondisi tersebut, akan jauh lebih baik
jika mahasiswa pendidikan mampu menguasi tujuh kualitas pendidikan karakter yang
dikemukakan oleh Ruswort Kidder dalam How
Good People Make tough Choices (1995) yaitu Seven E’s (Empowered, Effective, Extended in to the community, embedded, Engaged,
Epistemological and Evaluative). Empowered, guru harus mampu memberdayakan
dirinya untuk mengajarkan pendidikan karakter dengan dimulai dari dirinya
sendiri. Sebagai generasi penentu keberhasilan pendidikan, mahasiswa sudah
harus menanamkan dan mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik
sehingga perilaku-perilaku yang muncul benar-benar sebuah karakter bukan topeng
untuk mencari udang di balik batu. Apabila guru telah memiliki good character maka semboyan “Ing Ngarso
Sung Tulodho” benar-benar pantas disandangkan kepadanya. Karena dalam
mengajarkan sikap harus lebih menekankan pada aspek memberikan teladan bukan
pada penjabaran teori. Dengan model teladan yang dipancarkan guru, akan
mendorong siswa untuk mempercayai bahkan mengikuti kebenaran perilaku yang
mereka dengar dan lihat.
Effective sangat berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan
guru. Agar tujuan pembelajaran yang dilakukan guru mencapai hasil maksimal maka
pembelajaran yang dilakukan harus seefektif mungkin. Mengajar siswa juga
berarti memberi pengetahuan tentang bagaimana siswa mengajar diri mereka
sendiri. Dengan begitu tidak ada lagi pelajaran yang lebih bermakna daripada
kesadaran akan bagaimana seseorang belajar secara efektif. Keberhasilan dalam mengefektifkan pembelajaran baik bagi
guru maupun siswa merupakan gambaran keberhasilan menanamkan perilaku
menghargai waktu, rajin dan disiplin. Diharapkan dengan kualitas effective ini
mampu menjadi bekal bagi mahasiswa pendidikan dalam mengaplikasikan
pengetahuan-pengetahuan dalam proses pembelajaran di sekolah dengan
perencanaan-perencanaan yang matang.
Ektended into community
yaitu adanya komunitas baik keluarga maupun masyarakat untuk membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan
nilai-nilai. Karena sekolah saja tidak cukup untuk membentuk nilai-nilai dalam
diri individu tapi keluarga dan masyarakat sangat berarti dan berpengaruh.
Keluarga dan masyarakat memiliki peran untuk memberi penguatan dan pengulangan
terhadap nilai-nilai yang telah ditanamkan guru di sekolah. Sebagai mahasiswa
pendidikan, maka sangat perlu belajar berinteraksi dan bersosialisasi dengan
banyak orang, guna menyiapkan diri berbaur dengan keluarga peserta didik maupun
masyarakat. Dengan terjalinnya relasi yang baik antara guru, keluarga dan
masyarakat maka perkembangan setiap siswa akan lebih mudah untuk dipantau.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 tahun 2003, kurikulum yaitu seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Embedded
dimaksudkan untuk mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam kurikulum dan seluruh
rangkaian proses pembelajaran. Selama ini kurikulum hanya cenderung sebagai
bahan percobaan tanpa ada evaluasi yang jelas dari kurikulum sebelumnya, ganti
menteri identik dengan ganti kurikulum. Sebenarnya kurikulum apapun memuat
aspek afektif tinggal bagaimana pelaku utama
program pendidikan yaitu guru mengimplementasikannya ke dalam
pembelajaran. Sehingga pembaharuan kurikulum juga harus diimbangi dengan
pembaharuan kualitas guru. Karena sehebat apapun subtansi yang ada pada
kurikulum tidak dapat tersampaikan jika guru hanya bermodal standar bukan mengembangkan potensi yang sudah ada.
Pemerintah sebagai pemegang sentral kebijakan pendidikan juga harus melibatkan mahasiswa
dan guru dalam pembaharuan-pembaharuan kurikulum, dengan demikian tidak akan
terjadi kedangkalan pengetahuan dalam mengimplementasikan program pendidikan di
sekolah.
Kualitas kelima yaitu engaged,
melibatkan komunitas dan menampilkan topik-topik yang cukup esensial. Selama
ini kebanyakan guru memiliki argumentasi yang kokoh bahwa yang terpenting dalam
proses pengajaran adalah bagaimana cara ia mengajar bukan bagaimana siswa
belajar. Sehingga pembelajaran hanya terfokus pada guru, mindset ini yang perlu
diperbaiki oleh mahasiswa pendidikan. Karena antara bagaimana guru mengajar dan
bagaimana siswa belajar merupakan hal yang sama pentingnya. Sehingga dalam
pembelajaran guru juga harus melibatkan anak dan jauh lebih baik jika guru
memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Pengalaman langsung bisa didapat
dengan melibatkan komunitas sebagai model dalam pembelajaran. Dengan
menampilkan obyek secara nyata memungkinkan siswa mengetahui hubungan sebab
akibat dan mampu menemukan nilai-nilai
yang terkandung dalam fakta yang sedang terjadi. “Pelajari pengalaman yang
dilakukan orang lain selagi kau mampu mempelajari, karena kau tidak cukup waktu
mempelajari pengalamanmu sendiri.” (Albert Sheinwold)
Epistemological
merupakan koherensi antara cara berpikir makna etik dengan upaya yang dilakukan
untuk membantu siswa menerapkannya secara benar. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tahap-tahap dalam
perkembangan pola pikir yaitu sensorimotorik, praoperasional, operasional
kongkrit dan operasional formal (Teori Piaget). Sekolah yang selama ini
cenderung memberi perlakuan yang sama kepada setiap siswa seharusnya
perlu memperhatikan perkembangan pola pikir individu dalam memilih
metode-metode pembelajaran. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya miss konsepsi ataupun pembelajaran yang
terlalu mendalam bagi siswa. Jika hal ini diterapkan dalam pembelajaran maka
akan terjadi koherensi antara cara berpikir siswa dan upaya yang dilakukan guru
sehingga mampu membantu siswa untuk menerapkan nilai-nilai secara benar.
Dan yang terakhir adalah evaluative atau penilaian. Jika dalam
penilaian kognitif nilai di atas rata-rata
dianggap menjadi penentu keberhasilan siswa dalam belajar tapi tidak
dengan penilaian karakter. Menurut Kidder yang harus diwujudkan dalam penilaian
karakter meliputi kesadaran etik, kepercayaan diri untuk membuat keputusan,
kapasitas menampilkan kepercayaan diri secara praktis, kapasitas menggunakan
pengalaman praktis dalam komunitas, dan kapasitas untuk menjadi agen perubahan.
Jika siswa belum mampu menunjukkan nilai-nilai karakter yang diharapkan maka
ini merupakan tugas guru untuk terus memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber
belajar yang digunakan.
Berdasarkan pemaparan di atas tugas
guru memang sangat berat. Sehingga sabagai mahasiswa pendidikan mau atau tidak
mau, ingin ataupun tidak ingin, harus benar-benar sadar terhadap outputnya
kelak. Sebenarnya banyak sekali teori tentang strategi pembentukan karakter
tapi setidaknya tujuh kualitas yang disampaikan oleh Ruswort Kidder dapat
mewakili teori lainnya. Jangan biarkan wacana-wacana tersebut hanya menjadi
pengetahuan tanpa realisasi. Guru adalah pilihan bukan paksaan. Keluarga,
masyarakat maupun pemerintah juga harus berkontribusi menanamkan pembiasaan
maupun keteladaan bagi siswa. Jika semua bersatu tujuan akan lebih mudah untuk
dicapai.
KESIMPULAN
Untuk menghasilkan output pendidikan yang berkwalitas
merupakan tugas terpenting dari guru. Maka tidak hanya pengetahuan kognitif
saja yang harus dikuasi oleh mahasiswa-mahasiswa pendidikan tapi juga harus
menguasai strategi pembentukan karakter. Tujuh kualitas pendidikan karakter
yang perlu dimiliki oleh mahasiswa pendidikan berdasarkan pendapat Ruswort
Kidder dalam How Good People Make tough
Choices (1995) yaitu empowered, effective,
extended in to the community, embedded, engaged, epistemological and
evaluative. Empowered, pendidik harus mampu memperdayakan dirinya untuk
mengajarkan pendidikan karakter dengan dimulai dari dirinya sendiri. Effctive, proses pembelajaran harus dilaksanakan
secara efektif. Extended into community,
komunitas harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai. Embedded, integrasikan seluruh nilai ke
dalam kurikulum dan seluruh rangkaian proses pembelajaran. Engaged, melibatkan komunitas dan menampilkan topik-topik yang
cukup esensial. Epistemological,
harus ada koherensi antara berpikir makna etik dengan upaya yang dilakukan
untuk membantu siswa menerapkan nilai secara benar. Dan evaluative, penilaian yang meliputi kesadaran etik, kepercayaan
diri untuk membuat keputusan, kapasitas menampilkan kepercayaan diri secara
praktis, kapasitas menggunakan pengalaman praktis dalam komunitas, dan
kapasitas untuk menjadi agen perubahan.
Mahasiswa pendidikan sebagai agen
perubahan sistem pendidikan harus melakukan yang terbaik bagi Ibu Pertiwi.
Perubahan mulai saat ini, dimulai dari diri sendiri dan lakukan yang bisa
dilakukan untuk saat ini!
Daftar Pustaka
Linda
& Richard Eyre. 1995. Mengajar
Nilai-Nilai Kepada Anak. Jakarta: Gramedia.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yani,
Ahmad. 2014. Mindset Kurikulum 2013. Bandung:
Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar