Kamis, 07 Januari 2016

Tugas UAS Profesi Pendidikan-Artikel Pendidikan



MALPRAKTEK KURIKULUM PENDIDIKAN

Oleh:
Rima Wulan Safitri/13141433/5H

           
           
           
            Sejarah pendidikan Indonesia selalu saja mengulang permasalahan yang sama. Pendidikan nampak seperti bagian intimidasi dari politik negeri. “Ganti menteri identik dengan ganti kurikulum”, sehingga tidak jarang kurikulum kerap terombang-ambing tanpa sistem dan mekanisme yang pasti. Kurikulum hanya cenderung sebagai bahan percobaan tanpa ada evaluasi yang jelas dari kurikulum sebelumnya. Sepertinya kebijakan pendidikan diterapkan tanpa ada persiapan yang matang. Permasalahan pemberlakukan kurikulum juga terlihat dari kurangnya sosialisasi, guru seolah-olah mengalami serangan jantung tiba-tiba. Kita lihat saja meskipun dunia pendidikan selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan ilmiah menjelang penerapan kurikulum baru. Tapi kegiatan yang ada hanya bersifat teoritik tanpa ada action plan yang jelas. Hal ini justru mengakibatkan guru sebagai central utama pelaku pendidikan hanya kaya teori tapi miskin dalam implementasi dan pengalaman. Jadi sangat wajar jika kegiatan yang pada awalnya bertujuan untuk membawa pencerahan bagi guru tapi justru membuat mereka semakin kebingungan. Bercermin dari keadaan tersebut, bukankah ini jelas termasuk salah satu malpraktek yang terjadi di dunia pendidikan kita? Suatu keadaan yang timbul akibat penerapan kebijakan penyelenggara pendidikan tanpa dibekali dengan adanya pertimbangan dan prosedural yang benar-benar matang.
            Di pertengahan tahun 2013 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) resmi diberhentikan diganti dengan Kurikulum 2013. Kurikulum yang dikembangkan atas dasar dan alasan tantangan masa depan, sehingga diharapkan mampu menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang siap bersaing dengan negara-negara Asean. Dan faktanya disaat sudah diberlakukan setengah jalan tapi justru diberhentikan. Ini jelas menjadikan keteraturan kurikulum di Indonesia menjadi sangat rancu. Penghapusan kurikulum 2013 dan diberlakukan kembali kurikulum KTSP  merupakan salah satu bukti terjadinya malpraktek dalam kurikulum pendidikan kita. Dan lagi guru, masyarakat bahkan siswa menjadi korban atas kebijakan pemerintah yang asal-asalan. Jika perubahan kurikulum baru bertujuan untuk memperbaiki dan merombak sistem pendidikan sebelumnya, maka penerapannya tidak boleh hanya sekedar untuk coba-coba. Seharusnya sebelum suatu kurikulum diberlakukan harus dikaji secara matang dan harus mempertimbangkan kesiapan pemakai dan pelaksana program pendidikan. Terlebih lagi, tidak mudah mengubah sistem yang sudah terbiasa dijalani dengan sistem lain dalam hitungan waktu yang relatif singkat.
            Mari belajar pada negera Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Di sana kurikulum yang diterapkan cukup konsisten, tidak ada istilah gonta-ganti kebijakan. Kewenangan dalam pembuatan kurikulum tidak berpusat pada pemerintah, pemerintah hanya membuat pedoman nasional pendidikan. Kewenangan diserahkan kepada guru, dan yang paling menonjol orang tua juga dilibatkan untuk mengevaluasi kurikulum, karena pemerintah sadar guru dan orang tualah yang memiliki peran penting dalam perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Sehingga peserta didik merasa senang bersekolah tidak terbebani dengan teori-teori berat, semua sekolah menunjukkan kualitas terbaiknya, tidak ada sekolah yang paling unggul karena sistem pendidikan di Finlandia dibangun dengan dasar kesetaraan, sekolah tidak hanya gratis tapi juga berkualitas karena memang pendidik-pendidik sebagai sentral utama pelaku program pendidikan memiliki mutu yang luar biasa, nasib guru sangat diperhatikan oleh pemerintah.
            Jadi di sini yang perlu dibenahi dalam sistem pendidikan Indonesia bukan hanya sekedar pembaharuan kurikulum, tapi pemerataan pendidikan  dan pembaharuan kualitas guru juga perlu mendapat perhatian khusus. Karena sehebat apapun subtansi yang ada pada kurikulum tidak dapat tersampaikan jika pendidikan kita belum merata apalagi guru hanya bermodal standar  bukan mengembangkan potensi yang sudah ada. Jikapun kewenangan pembuatan kurikulum masih dipegang oleh pemerintah, seharusnya pemerintah sebagai pemegang sentral kebijakan pendidikan juga harus melibatkan mahasiswa dan guru dalam pembaharuan-pembaharuan kurikulum, sosialisasi juga harus gencar dilakukan dengan persiapan yang cukup matang. Dengan  demikian tidak akan terjadi kedangkalan pengetahuan dalam mengimplementasikan program pendidikan di sekolah sehingga malpraktek kurikulum yang sering terjadi di negeri ini dapat  dihentikan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar